DomaiNesia
DomaiNesia

Nara Teater Persiapkan Pentas Ibu Tanah Di Tahun 2025

Persiapan Pentas Ibu Tanah Nara Teater bersama Silvester Petara Hurit
banner 400x130 buku murah

Nara Teater asuhan Silvester Petara Hurit akan mementaskan teater dengan judul “Ibu Tanah” di tahun 2025. Karya ini rencananya akan dipentaskan di Flores Timur daratan, Solor, Adonara dan Lembata.

Pentas “Ibu Tanah” lahir dari pembacaan akan pengalaman traumatik sejarah yakni konflik panjang perang saudara akibat adu-domba bangsa kolonial Eropa terutama Belanda. Ingatan kelam akan konflik dan luka kolektif masih terasa hingga hari ini. Kerugian yang paling besar sebenarnya adalah mengendurnya budaya saling topang dan saling rawat dalam produksi dan distribusi kebutuhan hidup. Masyarakat pesisir dan gunung di masa lalu membangun persaudaraan yang kental selama berabad-abad dalam ketergantungan produktif saling menopang kebutuhan hidup. Akar konflik sebenarnya adalah konstruksi narasi kolonial lewat mitos Paji-Demon yang sesungguhnya adalah pemelintiran dari mitologi tua Lamaholot.

www.domainesia.com

Pentas “Ibu Tanah” adalah konstruksi teks perlawanan sekaligus pembongkaran terhadap konstruksi narasi kolonial lewat mitos Paji-Demon. Bahwa secara mitologi maupun kosmologi, Ibu Tanah (Ina Tana Ekan) adalah Ibu Agung/Ibu Asal/Ibu Kosmik yang merangkul dan mempersatukan. Kekuatan maskulintas adalah kekuatan kreatif (dinamis) sedangkan feminitas yang terepresentasi dalam Ibu Tanah adalah kekuatan pemersatu yang merangkul dan menentramkan.
Tanah idealnya bukan jadi pemicu konflik atau perselisihan melainkan jadi pemersatu. Ini mengingat sifat Ibu Tanah yang berbagi (distributif). Memberi dirinya bagi kehidupan semua mahkluk.

Pentas “Ibu Tanah” berisi sehimpun pengalaman aktor belajar bersama petani ladang, pelaut, tukang ojek, pedagang, pelaku ritual, penenun, pengrajin bambu, maestro sastra lisan terutama pencerapan pengalaman akan kemurahan Ibu Tanah. Pengalaman pertemuan tersebut dapat berupa kisah, nyanyian, mantra, gerak, produk kerajinan dan sebagainya. Pengalaman tersebut dibagi bersama dalam proses latihan di ladang, di pantai, di bukit sebagai jalan penyatuan dengan irama kehidupan semesta (Ibu Tanah). Hasil akhir dari proses penemuan teks bersama ini dibawa dipentaskan di empat pulau yakni: Flores Timur daratan, Adonara, Solor dan Lembata. “Ibu Tanah” dihadirkan sebagai kontra teks Paji-Demon. Pembongkaran narasi konstruksi kolonial sekaligus rekonstruksi sejarah dan kultural melalui teater.
Karya teater Ibu Tanah digagas dengan tujuan antara lain: (1) Membongkar narasi kolonial pemecah-belah (2) Sebagai sarana edukasi dan pencerdasan masyarakat (3) Media kohesi sosial (4) Menciptakan budaya saling topang (5) Mendekatkan masyarakat dengan tanahnya.

Jhon Dasilva sebagai salah satu aktor senior Nara Teater mengatakan bahwa selama ini Nara Teater konsen melakukan penggalian biografi dan jati diri kultural dengan menjadikan khazanah, mitologi, mantra/sastra tutur, ritus, nyanyian, gerak/tarian sebagai bahan untuk merancang-bangun pertunjukan. Proses kreatif Nara Teater adalah upaya menghadirkan tubuh (diri) dalam ruang sebagai sebuah pengalaman penemuan/pembacaan kembali diri dengan segala lapis-lapis pengalaman kedirian/ketubuhan yang dimiliki dalam konteks dan pergerakan waktu yang dinamis. Teater hadir sedekat-dekatnya dengan persoalan hidup masyarakatnya. Terus bicara (:hidup). Berkontribusi kepada publiknya dengan mengelola apa yang ada dan mengoptimalkan apa yang dipunyai.

Rin Wali yang saat ini bertindak sebagai ketua Nara Teater menjelaskan bahwa perjalanan kekaryaan Nara Teater yang sudah cukup panjang menjelaskan visi dan komitmen bersama untuk belajar dan berbagi melalui teater. “Kami berkarya dan tumbuh dalam keterbatasan. Berproses dengan sabar selama bertahun-tahun sebelum akhirnya mendapat apresiasi dan dukungan termasuk pendanaan dari Indonesiana dalam karya ini”.

Martin Kabelen salah satu aktor Nara Teater menyatakan bahwa walau mengajar di SMP Panca Marga Kolimasang Adonara namun ia selalu berusaha tepat waktu mengikuti latihan di Larantuka. Pendiri dan Sutradara kami selalu bilang, “Di Nara Teater kami belajar untuk keras dengan diri sendiri; berkomitmen, mencintai proses, serius berlatih dan belajar berbagi. Seni adalah daya hidup, perjuangan nurani dan corong kritisisme publik”.

banner 400x130 buku murah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *